Yang Teristimewa

December 11, 2023

Suatu hari, anak saya menyampaikan, “Bu, senin besok aku disuruh tampil, disuruh cerita tentang Rasulullah (SAW). Boleh pakai kostum. Tapi aku disuruh nanya sama Ambu cerita tentang Rasulullahnya”. Lalu saya tanya, “Trus, gimana kalau Ambu udah cerita?” Anak saya menjawab, “Ya nanti aku tulis di buku tulis, terus nanti diceritain di sekolah”. Oke, kami bersepakat. Tapi, saya jadi tercenung, bagian mana dari kehidupan Rasulullah yang akan diceritakan?

Pertama kalinya saya membaca buku sejarah Rasulullah adalah sewaktu kuliah, itupun karena tugas mentoring agama. Saya lupa bagian mana yang ditugaskan untuk dibaca, namun saya membaca bagian saat Rasulullah masih kecil hingga diasuh oleh pamannya, Abu Thalib, lalu pernikahan Rasulullah dengan Siti Khadijah dan pada saat Rasulullah meninggal dunia, karena ketiga bagian itulah yang menarik bagi saya waktu itu. Pada saat itu saya belum paham mengapa mempelajari kisah hidup Rasulullah merupakan hal yang penting, atau perlu dilakukan oleh setiap Muslim. Bahkan saya tidak memahami mengapa sosok Rasulullah begitu dicintai dan dibela, baik pada masa beliau hidup ataupun pada masa sekarang. Bagi saya waktu itu Rasulullah hanyalah salah satu dari 25 nabi yang ada, dan menjadi nabi yang terakhir, yang masa hidupnya jauh dari masa sekarang. Rasulullah menjadi sosok yang asing, hanya ada dalam sejarah, bagian dari masa lampau, nggak relate dengan apa yang kita alami hari ini. Dengan demikian, pertemuan pertama dengan buku Siroh Nabawiyah tersebut menjadi gerbang pembuka saya bisa mengenali sosok paling agung dalam Islam.

Pada saat itu saya belum menikah, dan membaca bagian kehidupan masa kecil Rasulullah memunculkan kesan bahwa Muhammad kecil lebih banyak diasuh kakek dan pamannya. Tidak terasa sedih, karena mengetahui betapa sayangnya Abdul Muthalib kepada sang cucu, dan demikian pula Sang Paman, Abu Thalib, kepada Muhammad. Rasulullah mendapatkan pengasuhan dan kasih sayang dan cukup dari keluarganya, meskipun bukan dari ayah dan ibunya. Namun sekarang saya telah menikah dan memiliki anak, membaca kembali kisah masa kecil Rasulullah dari berbagai sumber literatur lainnya, malah menimbulkan kesedihan dan kekaguman di saat yang sama. Sedih membayangkan seorang anak yang tidak sempat mengenali dan mendapatkan kasih sayang dari Sang Ayah. Sedih membayangkan seorang anak usia 6 tahun sudah kehilangan Sang Ibunda, sementara jika saya melihat anak saya ketika di usia yang sama masih begitu bergantung pada ibunya. Kekaguman kemudian muncul ketika saya membaca bagaimana Allah sudah menunjukkan berbagai keajaiban bahkan sejak Rasulullah baru dilahirkan. Mimpi yang dialami, ketenangan psikologis, tak ada rasa payah saat Bunda Aminah mengandung, hingga cahaya yang selalu hadir di sekitarnya, menunjukkan betapa istimewanya Rasulullah sejak dalam kandungan. Belum lagi berbagai kejaiban dan keberkahan ketika diasuh oleh Bunda Halimah, rasanya membuat kita ingin menyaksikan sendiri, dan merasakan kebahagiaan akan kehadiran Sang Nabi.

Berikutnya ketika dewasa, Rasulullah menikah dengan Khadijah, seorang wanita yang berusia lebih tua dan sudah pernah menikah. Tidak diragukan bahwa pada masa itu Rasulullah dikenal sebagai sosok dengan karakter terbaik dan terpercaya, namun saya belum mengerti mengapa Khadijah tertarik untuk menikah dengannya sementara banyak pria lain yang berminat untuk melamar. Pada masa itu Muhammad belum diangkat menjadi Rasul Allah, lalu mengapa Khadijah begitu yakin untuk menikah dengannya? Qodarullah, sebuah buku tentang Khadijah kemudian saya temukan. Ternyata, sebagaimana Ayah dan Bunda Rasulullah yang merupakan sosok mulia, maka Khadijah adalah sosok yang tepat menjadi pendamping Rasulullah pertama kali. Akhlak yang terjaga, kesalihannya, kecerdasan, kepiawaian dalam mengurus berbagai hal, ditambah dengan silsilah keluarganya yang terhormat, dan yang paling utama adalah kecondongannya kepada Allah. Membaca tentang kisah Khadijah sekaligus menggambarkan tentang kehidupan Rasulullah, tak mungkin dipisahkan. Jika dipikir, perasaan cinta seperti apa yang ada dalam hati Khadijah sehingga begitu yakin dengan penuh mendukung Rasulullah, mempercayainya ketika tidak ada yang percaya, menenangkannya ketika gelisah, menyelimutinya ketika terguncang, selalu hadir di sisinya hingga akhir hayat. Keyakinannya kepada Allah dan ilmunya yang luas menjadikan Khadijah sosok yang kuat dan sabar mendampingi Sang Kekasih. Maka begitu sedih terasa ketika membaca saat-saat terakhir dan meninggalnya Khadijah, terpisahnya cinta sejati yang bertemu karena Allah, dan juga berpisah karena Allah Berkehendak. “Bagaimanalah aku akan hidup tanpamu”, mungkin kalau saya membayangkan kata-kata untuk mengungkapkan pedihnya dipisahkan dari sang kekasih. Namun lagi-lagi, betapa Allah sedang mengajarkan kepada kita untuk bergantung hanya kepada-Nya..

Sampai di sini saya mulai mendapatkan gambaran, bagaimana Rasulullah adalah sosok yang disiapkan sebagai contoh teladan bagi seluruh umat. Kebahagiaannya, kesedihannya, perjuangan, kesabaran, keikhlasan, dan ketabahan yang ditunjukkan hanya karena Allah yang Memerintahkan, dan bukan yang lainnya. Pada titik ini Allah menggerakkan saya untuk membaca lebih banyak lagi tentang kehidupan Sang Kekasih, di antaranya melalui kisah Para Sahabat Nabi. Umar Bin Khattab adalah sosok sahabat pertama yang menarik perhatian karena keberaniannya dan peristiwa penerimaannya kepada Islam, kemudian berlanjut pada Abu Bakar Ash-Shiddiq, sang sahabat setia yang ternyata sudah menjadi sahabat Rasulullah sejak kecil, yang juga langsung mempercayai, mendukung, dan melindungi Rasulullah dari marabahaya. Ingin menangis rasanya jika membaca kisah antara Rasulullah dan Abu Bakar, betapa sahabat sejati itu nyata adanya, dan menjadi persahabatan yang suci karena Allah. Betapa rindunya akan hadirnya sahabat yang seperti beliau. Di samping buku-buku, film tentang sejarah para Sahabat yang semula hanya menemani saat Ramadhan dan tak terlalu diperhatikan jalan ceritanya, mulai terlihat lebih nyata ketika kita mempelajari kisah perjuangan Rasulullah. Mulai mengenali nama-nama Para Sahabat, bagaimana kisahnya sehingga ada dalam naungan Islam, bagaimana kiprahnya dalam perjuangan, hingga meninggalnya pun dijanjikan surga Allah SWT. Khalid bin Walid dengan peperangan yang selalu dimenangkannya, Sa’ad Bin Abi Waqqash dengan gigihnya tetap memimpin perang walau dalam keadaan sakit, Zaid Bin Haritsah yang rela berpisah dari keluarganya karena cintanya pada Allah dan Rasulnya dan ikut terluka ketika melindungi Rasulullah ketika dilempari di Thaif.. Kisah di Thaif inipun membuat kita semakin merindukan sosok Rasulullah, ketika bahkan malaikat penjaga gunung menawarkan dengan seizin Allah untuk menghadirkan bencana pada penduduk Thaif karena telah menolak dan melukainya, tapi Rasulullah tidak mendendam, malah mendoakan keturunannya ada yang menjadi pembela Islam.. Bayangkan!

Ah, rasanya baru secuil kisah Rasulullah yang saya pelajari, tapi betapa perbedaan itu terasa.. Begitu banyak sisi kehidupannya yang setiap kita kaji akan membukakan jiwa kita.. Betapa istimewanya beliau yang Allah hadirkan untuk kita..

Kawan, Al Kautsar merupakan nama sungai atau telaga paling indah di surga yang diberikan Allah SWT kepada Rasulullah SAW beserta umatnya (HR. Muslim no. 400). Menurut riwayat dari Anas Bin Malik, Rasulullah menggambarkan bahwa telaga Al Kautsar sangat luas, bagai antara Eliya (Baitul Maqdis) dan Ka‘bah. Ada juga perawi yang mengatakan luasnya antara Eliya dan Shana‘a (Yaman). Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Di sana banyak wadah sebanyak bintang di langit. Membentang kepadanya dua aliran dari surga, dengan satu aliran dari perak dan aliran lainnya dari emas. “Siapa pun yang meminum airnya tidak akan haus lagi selamanya,” (HR Abu Ya‘la dan Ibnu Hibban). Di dalam ayat pertama Q.S. Al Kautsar, nama telaga tersebut dapat diartikan sebagai nikmat atau kebaikan yang banyak.

Hadits riwayat Ahmad dari Zaid bin Arqam menyatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Tidaklah kalian satu bagian pun dari seratus ribu orang yang akan mendatangiku di telaga pada hari Kiamat.” Terdapat sebagian dari umat Rasulullah yang tidak dapat minum air telaga tersebut, namun sebagian lainnya dapat mendatangi Rasulullah dan meminum airnya. Sebagian umat tersebut adalah orang-orang fakir yang sabar dalam menghadapi kefakirannya, mereka yang gemar memberi makan sampai kenyang kepada orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, seorang yang senantiasa menjaga lisannya kecuali untuk perkara-perkara yang sepatutnya, serta orang yang menghindari perkara bidah.

Adalah cita-cita setiap muslim, untuk dapat berkumpul dan menjadi bagian dari umat Rasulullah SAW, Sang Teristimewa.. Apakah kau setuju, Kawan?

Senin, 11 Desember 2023

Leave a comment