Yang Teristimewa

December 11, 2023

Suatu hari, anak saya menyampaikan, “Bu, senin besok aku disuruh tampil, disuruh cerita tentang Rasulullah (SAW). Boleh pakai kostum. Tapi aku disuruh nanya sama Ambu cerita tentang Rasulullahnya”. Lalu saya tanya, “Trus, gimana kalau Ambu udah cerita?” Anak saya menjawab, “Ya nanti aku tulis di buku tulis, terus nanti diceritain di sekolah”. Oke, kami bersepakat. Tapi, saya jadi tercenung, bagian mana dari kehidupan Rasulullah yang akan diceritakan?

Pertama kalinya saya membaca buku sejarah Rasulullah adalah sewaktu kuliah, itupun karena tugas mentoring agama. Saya lupa bagian mana yang ditugaskan untuk dibaca, namun saya membaca bagian saat Rasulullah masih kecil hingga diasuh oleh pamannya, Abu Thalib, lalu pernikahan Rasulullah dengan Siti Khadijah dan pada saat Rasulullah meninggal dunia, karena ketiga bagian itulah yang menarik bagi saya waktu itu. Pada saat itu saya belum paham mengapa mempelajari kisah hidup Rasulullah merupakan hal yang penting, atau perlu dilakukan oleh setiap Muslim. Bahkan saya tidak memahami mengapa sosok Rasulullah begitu dicintai dan dibela, baik pada masa beliau hidup ataupun pada masa sekarang. Bagi saya waktu itu Rasulullah hanyalah salah satu dari 25 nabi yang ada, dan menjadi nabi yang terakhir, yang masa hidupnya jauh dari masa sekarang. Rasulullah menjadi sosok yang asing, hanya ada dalam sejarah, bagian dari masa lampau, nggak relate dengan apa yang kita alami hari ini. Dengan demikian, pertemuan pertama dengan buku Siroh Nabawiyah tersebut menjadi gerbang pembuka saya bisa mengenali sosok paling agung dalam Islam.

Pada saat itu saya belum menikah, dan membaca bagian kehidupan masa kecil Rasulullah memunculkan kesan bahwa Muhammad kecil lebih banyak diasuh kakek dan pamannya. Tidak terasa sedih, karena mengetahui betapa sayangnya Abdul Muthalib kepada sang cucu, dan demikian pula Sang Paman, Abu Thalib, kepada Muhammad. Rasulullah mendapatkan pengasuhan dan kasih sayang dan cukup dari keluarganya, meskipun bukan dari ayah dan ibunya. Namun sekarang saya telah menikah dan memiliki anak, membaca kembali kisah masa kecil Rasulullah dari berbagai sumber literatur lainnya, malah menimbulkan kesedihan dan kekaguman di saat yang sama. Sedih membayangkan seorang anak yang tidak sempat mengenali dan mendapatkan kasih sayang dari Sang Ayah. Sedih membayangkan seorang anak usia 6 tahun sudah kehilangan Sang Ibunda, sementara jika saya melihat anak saya ketika di usia yang sama masih begitu bergantung pada ibunya. Kekaguman kemudian muncul ketika saya membaca bagaimana Allah sudah menunjukkan berbagai keajaiban bahkan sejak Rasulullah baru dilahirkan. Mimpi yang dialami, ketenangan psikologis, tak ada rasa payah saat Bunda Aminah mengandung, hingga cahaya yang selalu hadir di sekitarnya, menunjukkan betapa istimewanya Rasulullah sejak dalam kandungan. Belum lagi berbagai kejaiban dan keberkahan ketika diasuh oleh Bunda Halimah, rasanya membuat kita ingin menyaksikan sendiri, dan merasakan kebahagiaan akan kehadiran Sang Nabi.

Berikutnya ketika dewasa, Rasulullah menikah dengan Khadijah, seorang wanita yang berusia lebih tua dan sudah pernah menikah. Tidak diragukan bahwa pada masa itu Rasulullah dikenal sebagai sosok dengan karakter terbaik dan terpercaya, namun saya belum mengerti mengapa Khadijah tertarik untuk menikah dengannya sementara banyak pria lain yang berminat untuk melamar. Pada masa itu Muhammad belum diangkat menjadi Rasul Allah, lalu mengapa Khadijah begitu yakin untuk menikah dengannya? Qodarullah, sebuah buku tentang Khadijah kemudian saya temukan. Ternyata, sebagaimana Ayah dan Bunda Rasulullah yang merupakan sosok mulia, maka Khadijah adalah sosok yang tepat menjadi pendamping Rasulullah pertama kali. Akhlak yang terjaga, kesalihannya, kecerdasan, kepiawaian dalam mengurus berbagai hal, ditambah dengan silsilah keluarganya yang terhormat, dan yang paling utama adalah kecondongannya kepada Allah. Membaca tentang kisah Khadijah sekaligus menggambarkan tentang kehidupan Rasulullah, tak mungkin dipisahkan. Jika dipikir, perasaan cinta seperti apa yang ada dalam hati Khadijah sehingga begitu yakin dengan penuh mendukung Rasulullah, mempercayainya ketika tidak ada yang percaya, menenangkannya ketika gelisah, menyelimutinya ketika terguncang, selalu hadir di sisinya hingga akhir hayat. Keyakinannya kepada Allah dan ilmunya yang luas menjadikan Khadijah sosok yang kuat dan sabar mendampingi Sang Kekasih. Maka begitu sedih terasa ketika membaca saat-saat terakhir dan meninggalnya Khadijah, terpisahnya cinta sejati yang bertemu karena Allah, dan juga berpisah karena Allah Berkehendak. “Bagaimanalah aku akan hidup tanpamu”, mungkin kalau saya membayangkan kata-kata untuk mengungkapkan pedihnya dipisahkan dari sang kekasih. Namun lagi-lagi, betapa Allah sedang mengajarkan kepada kita untuk bergantung hanya kepada-Nya..

Sampai di sini saya mulai mendapatkan gambaran, bagaimana Rasulullah adalah sosok yang disiapkan sebagai contoh teladan bagi seluruh umat. Kebahagiaannya, kesedihannya, perjuangan, kesabaran, keikhlasan, dan ketabahan yang ditunjukkan hanya karena Allah yang Memerintahkan, dan bukan yang lainnya. Pada titik ini Allah menggerakkan saya untuk membaca lebih banyak lagi tentang kehidupan Sang Kekasih, di antaranya melalui kisah Para Sahabat Nabi. Umar Bin Khattab adalah sosok sahabat pertama yang menarik perhatian karena keberaniannya dan peristiwa penerimaannya kepada Islam, kemudian berlanjut pada Abu Bakar Ash-Shiddiq, sang sahabat setia yang ternyata sudah menjadi sahabat Rasulullah sejak kecil, yang juga langsung mempercayai, mendukung, dan melindungi Rasulullah dari marabahaya. Ingin menangis rasanya jika membaca kisah antara Rasulullah dan Abu Bakar, betapa sahabat sejati itu nyata adanya, dan menjadi persahabatan yang suci karena Allah. Betapa rindunya akan hadirnya sahabat yang seperti beliau. Di samping buku-buku, film tentang sejarah para Sahabat yang semula hanya menemani saat Ramadhan dan tak terlalu diperhatikan jalan ceritanya, mulai terlihat lebih nyata ketika kita mempelajari kisah perjuangan Rasulullah. Mulai mengenali nama-nama Para Sahabat, bagaimana kisahnya sehingga ada dalam naungan Islam, bagaimana kiprahnya dalam perjuangan, hingga meninggalnya pun dijanjikan surga Allah SWT. Khalid bin Walid dengan peperangan yang selalu dimenangkannya, Sa’ad Bin Abi Waqqash dengan gigihnya tetap memimpin perang walau dalam keadaan sakit, Zaid Bin Haritsah yang rela berpisah dari keluarganya karena cintanya pada Allah dan Rasulnya dan ikut terluka ketika melindungi Rasulullah ketika dilempari di Thaif.. Kisah di Thaif inipun membuat kita semakin merindukan sosok Rasulullah, ketika bahkan malaikat penjaga gunung menawarkan dengan seizin Allah untuk menghadirkan bencana pada penduduk Thaif karena telah menolak dan melukainya, tapi Rasulullah tidak mendendam, malah mendoakan keturunannya ada yang menjadi pembela Islam.. Bayangkan!

Ah, rasanya baru secuil kisah Rasulullah yang saya pelajari, tapi betapa perbedaan itu terasa.. Begitu banyak sisi kehidupannya yang setiap kita kaji akan membukakan jiwa kita.. Betapa istimewanya beliau yang Allah hadirkan untuk kita..

Kawan, Al Kautsar merupakan nama sungai atau telaga paling indah di surga yang diberikan Allah SWT kepada Rasulullah SAW beserta umatnya (HR. Muslim no. 400). Menurut riwayat dari Anas Bin Malik, Rasulullah menggambarkan bahwa telaga Al Kautsar sangat luas, bagai antara Eliya (Baitul Maqdis) dan Ka‘bah. Ada juga perawi yang mengatakan luasnya antara Eliya dan Shana‘a (Yaman). Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Di sana banyak wadah sebanyak bintang di langit. Membentang kepadanya dua aliran dari surga, dengan satu aliran dari perak dan aliran lainnya dari emas. “Siapa pun yang meminum airnya tidak akan haus lagi selamanya,” (HR Abu Ya‘la dan Ibnu Hibban). Di dalam ayat pertama Q.S. Al Kautsar, nama telaga tersebut dapat diartikan sebagai nikmat atau kebaikan yang banyak.

Hadits riwayat Ahmad dari Zaid bin Arqam menyatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Tidaklah kalian satu bagian pun dari seratus ribu orang yang akan mendatangiku di telaga pada hari Kiamat.” Terdapat sebagian dari umat Rasulullah yang tidak dapat minum air telaga tersebut, namun sebagian lainnya dapat mendatangi Rasulullah dan meminum airnya. Sebagian umat tersebut adalah orang-orang fakir yang sabar dalam menghadapi kefakirannya, mereka yang gemar memberi makan sampai kenyang kepada orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, seorang yang senantiasa menjaga lisannya kecuali untuk perkara-perkara yang sepatutnya, serta orang yang menghindari perkara bidah.

Adalah cita-cita setiap muslim, untuk dapat berkumpul dan menjadi bagian dari umat Rasulullah SAW, Sang Teristimewa.. Apakah kau setuju, Kawan?

Senin, 11 Desember 2023

Surat Cinta untuk-Nya

February 6, 2021

Kawan.. Masih ingatkah bagaimana ketika sedang merasakan jatuh cinta? Sesuatu yang meluap di dalam dada, seolah menghabiskan ruang dan membuat sesak.. Berdebar-debar namun tidak ingin sensasinya berakhir, karena dunia menjadi begitu indah dan waktu menjadi terlalu singkat bahkan hanya sekedar untuk menghela napas..

Ingin rasanya mengungkapkan perasaan, namun rasa malu dan keraguan membuat menahan diri..

Ah, tapi rasanya sudah tak tertahankan lagi.. Biarpun ku sedang sakit gigi, namun perkenankanlah kutuliskan perasaan ini dalam bentuk surat.. Walaupun ku tahu Engkau tak perlu lagi membaca surat ini, namun semoga ridho-Mu sudi turun untukku..

Teringat akan sebuah project yang sempat tertunda karena tenggelam di antara kesibukan lain. Semula menjadi cita-cita, kemudian menjadi sebuah project, yang lalu tenggelam karena wadahnya sempat tertutup, dan alhamdulillah Engkau masih berkenan menyambutku, mengajakku tertatih berusaha meraih-Mu.. Betapa Kau buktikan janji-Mu, meskipun seringkali cintaku lebih banyak surut dibandingkan pasangnya..

Engkau hadirkan di sekelilingku begitu banyak sosok yang cintanya pada-Mu melebihi perasaanku, begitu banyak hingga meluas dan meresap ke dalam jiwaku.. Membangkitkan kembali ingatan-ingatan, cita-cita, dan harapan yang pernah tertulis dalam benak.. Mengulurkan tangan mereka untuk bersama-sama menggapai ampunan-Mu..

Tersadarkan kembali, betapa manusia sepertiku bagaikan ember yg terisi penuh dengan kealpaan..

Dalam sedih maupun senangku, yg kuingat hanyalah bagaimana nasib harga diriku.. Padahal apalah aku tanpa-Mu, Yang Mampu Menilai dengan Maha Adil seberapa berharganya aku.. Seberapa bernilainya apa yg sudah kulakukan, dan seberapa banyak yg sudah kulakukan hanya untuk-Mu..

Engkau Yang Selalu Hadir meskipun aku seringkali lupa untuk menghadirkan-Mu dalam setiap perasaanku, pemikiranku, ucapanku, dan segala tindakan ataupun langkahku..

Engkau Yang Maha Mengatur segala kejadian yang aku alami, walaupun tak pernah terlintas dalam akalku.. tak sampai pemikiranku betapa Engkau Lebih Mengetahui apa yang buruk dan yang baik bagiku.. tak terbayangkan jalan yang akan kutempuh seperti yang telah terjadi..

Aku yang terlalu rumit dalam berpikir, sehingga lupa betapa Engkau Yang Maha Menguasai waktu, hati, seluruh benda yang ada di langit dan di bumi, bukan aku.. Kupikir ada cukup pengetahuan, tenaga dan pemikiran yang dapat mengatasi semua persoalan, namun pada kenyataannya bahkan tak setitik pun menjadi bagian dari lautan kebesaran-Mu..

Yaa Alloh Yang Maha Hidup dan Menghidupkan,

Jikalah masih ada waktu yang kau izinkan dalam hidupku, perkenankanlah aku melakukan hal-hal yang Engkau ridhoi.. Perkenankanlah aku bersama orang-orang yang Engkau cintai.. Izinkanlah aku bersama semua keluarga, saudara, dan sahabat-sahabat meraih surga-Mu..Izinkanlah kami untuk bersama meraih cinta-Mu..

Aamiin Yaa Robbal Aalamiin..

Sabtu malam, 6 Februari 2021

Friend

October 2, 2017

It is sad to know that you are no longer considered a friend to someone..

Especially when you used to talk almost about everything to her/him.. you used to speak anything you wish, every thoughts, from the smallest parts of your life to the biggest thing ever happened to you..

When that happened.. when you lost a friend.. a part of you seemed to washed away.. removed from every corner you used to have with your friend.. and didn’t know will there be a any place again just to sit and say hello to them..

When that happened.. when you feel sad for it.. lets keep a hope that in some place your friend might remember, that they had you as a friend.. and you had them as your friend..

 

Thousands of Hug

August 18, 2014

When everything is almost done for me..

Crushing world..Flooding empty words.._Hurting hearts..

No more for me..

I only hope for you..

Begging love..

With thousands of hug..

 

– Love abah & arsa –

rangga gading, 18/8/2014 (5.50 pm)1907758_10152711823364341_6500132997141405039_n

Kadang kala, sopir angkot tidak memperhatikan keadaan calon penumpangnya. Jika sudah demikian, bukan tidak mungkin orang yang hilang ingatan atau berpenyakit jiwa bisa naik dan duduk sebagai penumpang. Beruntung kalau sang penumpang yang sakit tersebut tidak terlalu agresif dalam perilakunya, seperti yang kebetulan bertemu dengan saya di dalam sebuah angkot, sekitar 15 tahun yang lalu.

Waktu itu saya bersama seorang teman sama-sama naik angkot menuju daerah Kiaracondong. Selain kami berdua, ada beberapa penumpang lain hingga di dalam hampir penuh. Saya dan teman saya duduk saling menghadap satu sama lain. Kira-kira setengah perjalanan, seorang ibu naik ke dalam angkot dan duduk di sebelah saya. Penampilannya tampak biasa, meski ahak lusuh. Kalau saya tidak salah ingat, umurnya sekitar 40 tahun, kurus, dan memakai baju panjang seperti daster.

Mula-mula ibu itu diam, namun sejurus kemudian dia berbicara; entah dengan siapa, dengan topik yang tidak jelas. Tampaknya ibu itu orang yang cukup berpendidikan, suka membaca koran, atau menonton berita. Kalimat-kalimat yang diucapkan bernuansa ‘kewarganegaraan’ dan ‘Pancasila’, dan dibawakan secara emosional seperti sedang berorasi. Dullu saya belum mengenal kata ‘orasi’, jadi saya menerjemahkannya dengan ‘deklamasi’. Termanggut-manggutlah saya menghadapi sang ibu, karena beliau tampak seperti sedang mengajak saya berbicara. Sungguh! Sebenarnya waktu itu saya ketakutan, tapi saya khawatir kalau saya menunjukkan rasa takut, maka sang ibu justru makin menjadi. Jadilah saya berpura-pura meladeni ocehan sang ibu. Di seberang teman saya cengar-cengir tapi dia pun tak bisa berbuat apa-apa. Penumpang lainnya pun tidak melakukan suatu daya upaya untuk menyelamatkan saya dari kondisi yang menggelikan itu. Ingin turun, tapi saya tidak mengenal daerah itu dan sangat tergantung pada teman saya. lewat mata saya ebrusaha mengirimkan sinyal minta pertolongan, “Masih jauh,ga? Ayo turun!! Tolong saya!!” Teman saya tidak bereaksi, saya beralih pada bapak-bapak, ibu-ibu, mas-mas, mbak-mbak penumpang lainnya, dengan sinyal S.O.S terpampang jelas dari raut muka saya. Sayang, mereka semua tidak menangkap kegelisahan saya (atau sebenarnya sadar tapi tak kuasa merespon??)

Sampai pada akhirnya teman saya mengajak turun. Ketika angkot pergi menjauh dan kami berdua berdiri di pinggir jalan, teman saya langsung tertawa dengan nikmatnya, “Ya ampun… Kamu tenang bangeeett..!!”

Yah, mau bagaimana lagi? Apa daya saya tidak sanggup mengalahkan orang sakit jiwa..

“air mata”

December 4, 2008

Suatu ketika ada seseorang yang matanya selalu berkaca-kaca

Setiap ia bercerita mengenai keluarganya, kisah cintanya, dan seluruh perjalanan hidupnya..

“Mengapa kau selalu tampak akan menangis setiap aku menanyakan keadaanmu?”, seorang sahabatnya bertanya..

Dia menjawab, “Karena semua yang terjadi padaku adalah kuasa Allah..dan setiap kali orang bertanya padaku tentang semua itu, aku mengingat-Nya..”

– 7 Februari 2008, 19.53 –

mie krenyes keju

October 25, 2008

di resep aslinya, makanan ini dikasih nama kue keju goreng..katanya sih, resep tradisional khas lebaran jaman nenek kita..

bahan2nya:

300 gram tepung ketan
1/2 sendok teh soda kue
4 butir telur
150 ml air
2 sdt kaldu bubuk rasa ayam
125 gram keju cheddar, parut
minyak untuk menggoreng

cara membuat:
1. siapkan cetakan putu mayang (bisa dibeli di toko alat2 bikin kue)
2. campur tepung ketan dgn telur, air, kaldu bubuk, soda kue, dan keju cheddar parut, aduk rata (pake sendok aja) hingga menjadi adonan yg lembek.
3. panaskan minyak goreng.
4. masukkan adonan ke dalam cetakan putu mayang, ditekan, tempelkan ke minyak panas maka adonan akan terpotong dgn sendirinya. goreng hingga kecoklatan, angkat, tiriskan.
5. sajikan atau simpan dalam stoples kedap udara..

dan…BERHASIL..BERHASIL..HORE..HOREE..:D
hahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahaha…
senangnya kalo nyobain resep terus hasilnya sesuai dgn yg diharapkan..hehehe

bentuknya antara kerupuk mie yg buat rujak/asinan, dgn ciki stik rasa keju..pokonya krenyess..krenyesss..nyam nyam..
lumayan…

Mimpi itu…

October 9, 2008

Seseorang menjagaku

tak membiarkanku terlepas dari genggamannya..

bahkan ia berusaha hilangkan letihku..

membuat hatiku luruh..

seperti angin sejuk yang membelai rambutmu..

Yaa, Allah… Semoga itu cara-Mu membuatku tersenyum..

8 Oktober 2008 (21.29)

Kehilangan itu

October 9, 2008

perlahan..

pedih..

dan membuatmu bingung..

seperti berpuluh-puluh gambar..

berkelebat dari masa lalu..

kau ingin selalu mengingatnya..

-28 sept 2008-

Kebahagiaan

September 12, 2008

Hari-hari ini kebahagiaan tengah mengambang di sekeliling saya. Lingkungan baru,orang-orang baru, pekerjaan yang sebelumnya ga pernah kepikiran sama sekali tapi menyenangkan buat saya..Keluarga yang selalu mendukung..Sahabat tercinta menyongsong masa depan yang lebih cerah (insya Allah)..Ada yang menikah..Ada juga yang menemukan cintanya (semoga)..Ada yang tengah menikmati peran barunya sebagai seorang ibu..

Sepertinya semua orang sedang melangkah maju..menuju kebahagiaan..Momen-momen penuh pergerakan yang menggairahkan..keceriaan..senyuman..Meski masih ada yg kecewa..bingung..mumet..cape..Tapi semua masih mengalir..Dunia masih berputar.. Saya berpikir betapa Ramadhan kali ini sangat membahagiakan..

Sampai pada suatu ketika, nama seorang sahabat muncul di layar ponsel. Sayang, waktu itu saya tengah mengaji, jadi saya tutup telfonnya dan saya kirim sms kalau saya akan menghubunginya nanti. Hari beranjak malam, badan terlanjur merasa letih, maka saya urungkan niat menelfon sahabat saya malam itu, lalu saya tertidur.

Jam 3 pagi, terdengar bunyi sms masuk berkali-kali. Terbangunlah saya, dalam hati bertanya-tanya siapa yg begitu rajin sms banyak-banyak utk membuat saya bangun sahur. Tapi isinya jauh dari yang saya bayangkan. Sms pertama yg saya baca adalah sms urutan terakhir, dan isinya mengatakan bahwa sahabat saya yg siang itu menelfon, akan mengakhiri hidupnya. BLAAARRR!!! Petir serasa datang menyambar. Antara kaget, bingung, pusing karena masih mengantuk, dengan berpikir kalau ini cuma bercanda. Teringat telfon yang saya tutup siang itu, teringat cerita-cerita yang pernah ia ungkapkan pada saya beberapa waktu lalu.. Astagfirullah…ga mungkin dia sampe ngambil keputusan itu! Panik, saya telfon dia..Ga diangkat.Teruuss…saya coba, tetap ga diangkat..Lebih panik karena membayangkan dia mulai berbuat sesuatu untuk menghabisi dirinya, muncul rasa bersalah karena mungkin waktu siang dia telfon dia benar-benar butuh berbicara untuk meredakan tekanan batinnya, tapi saya ga bisa, sehingga dia merasa ga ada yg peduli dengannya lagi dan memutuskan untuk berhenti sampai di sini”, saya telfon sahabat yang lain, membuat dia kaget bukan kepalang. Alhamdulillah, waktu sahabat saya ini telfon, diangkat..tapi dia ga mau bicara..dia cuma bilang “saya gpp, besok saya telfon”..Syukurlah..setidaknya dia masih punya akal untuk tidak melaksanakan niat gilanya itu..Alhamdulillah..alhamdulillah…

Keesokan paginya,dia bicara pada saya.”Udah ga ada lagi kebahagiaan untuk saya..”, katanya sambil terisak-isak. Hal yang paling menyedihkan dari persahabatan adalah melihat sahabat kita kesakitan tapi kita ga bisa berbuat apa-apa, dan itulah yang saya rasakan waktu mendengar dia bercerita,
“Saya udah ga kuat ngadepin hidup ini..Saya marah sama Allah..Saya kecewa..Saya udah ga mau idup lagi..Kenapa Allah kasih saya kebahagiaan itu kalau akhirnya malah membuat saya jatuh? Sakit apalagi yang akan Allah berikan? Mungkin memang tidak pernah ada kata bahagia dalam hidupku. Hampa saya udah ga berharap hidup lagi.Apa bedanya dengan mati toh jiwa raga udah mati rasa seperti mayat hidup.Saya ga mau berharap lagi karena itu menyakitkan. Satu keinginginan saya untuk tinggalin dunia ini secepatnya. I’m trying to kill myself. Bagi saya semua udah berakhir…”

Betapapun saya berusaha meyakinkan sahabat saya, bahwa kebahagiaan itu masih ada..bahwa Allah Maha Penyayang..Bahwa musibah mungkin diberikan untuk “membereskan masalah”, “menghabiskan semua rasa sakit”, hingga pada akhirnya kita kembali seperti semula, dan mampu  meraih kebahagiaan yang sesungguhnya, yg Allah ridhai.. Betapapun saya berusaha berulang-ulang mengatakan padanya untuk tetap sabar, bertahan, kuatkan diri…kata-kata saya seperti membalik, mantul, terpental..

dia: “Saya harus bersabar kaya gimana lagi??!!”
saya: “Sabar..sabar..kamu harus kuat..ingat masih ada keluarga yang sayang sama kamu, yang masih butuh kamu..”
dia: “selama ini saya udah bertanggung jawab atas mereka, ga pernah mikirin saya bahagia atau ngga. Sekarang saya ingin bahagia, apa itu salah??”
saya: “kebahagiaan bukan itu aja, bahkan mengurus keluargamu juga kebahagiaan, bukan?”
dia: “dulu iya..sekarang ngga, rasanya hampa..seperti mayat hidup..cuma sebatas rutinitas..saya udah ga kuat lagi..Saya lebih baik mati”
saya: “emangnya kalau mati masalahnya slesai? ga akan! kamu udah siap mati?? udah siap?”
dia: “…setidaknya saya ga akan ngerasa sakit kaya gini..”
saya: “siapa bilang? emang tau dari mana kamu ga akan ngerasain sakit lagi?”
dia: “tapi saya udah ga tahan..” (menangis)

Alhamdulillah..meskipun ia tidak mau mengalah, bunuh diri ga jadi dilakukan..

Yang tertinggal adalah perasaan bersalah…karena mungkin selama ini saya tidak menjadi sahabat yang selalu ada untuknya, yang bisa mengingatkan, yang bisa menguatkan, berusaha meringankan hatinya..tdk berdaya, karena saya cuma bisa bicara, tanpa tahu persis rasa sakit yang dia alami..Apakah sama dengan rasa sakit yang pernah saya alami, saya ga tau..dan alhamdulillah saya sudah melupakan kesakitan2 itu, jadi cukup sulit utk memanggil memorinya kembali..ga ada pengulangan untuk itu, cukup sekali saja..yang saya tau, butuh waktu cukup lama untuk melupakan..butuh waktu cukup lama untuk menghabiskan rasa sakit itu…cukup lama..

Istighfar..Istighfar..Istighfar..karena mungkin selama ini saya terlena dengan kesibukan, dengan diri sendiri, dengan lingkungan yang lain, hingga terlupa kalau saya masih punya saudara di ujung sana yang membutuhkan pertolongan..
Istighfar..Istighfar..Istighfar..karena saya merasa bahagia sementara orang lain merasa kesakitan..bahwa kebahagiaan bisa menjadi kata yang mahal bagi orang lain..

Sekarang..saya cuma bisa banyak2 minta ampun,mendoakan, dan bersyukur..betapa kita benar2 tergantung kepada-Nya atas segala sesuatu (“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”, Q.S.Ar-Rahman). Bahkan kebahagiaan pun tak kan bisa kita raih tanpa ridha-Nya…Betapa jalan yang sudah saya lalui bisa membawa saya sampai di sini, bisa menuliskan ini, menyatakan betapa bersyukurnya saya bisa sekolah, kenal banyak orang, cita-cita yang tidak terkabul, harapan yang tidak terpenuhi, segala batu sandungan, tamparan, kebodohan-kebodohan, segala ketidaksempurnaan yang saya miliki dan saya alami, ternyata membawa saya bisa sedikit memahami orang lain, sedikit mengerti arah langkah yang seharusnya, menumbuhkan sedikit demi sedikit kesadaran bahwa kita adalah manusia yang membutuhkan Allah..

Ketika melihat sahabat-sahabat, rasanya begitu ajaib bahwa dulu mungkin saya tidak pernah membayangkan akan mengenali mereka, belajar dari mereka, merasakan kebahagiaan dengan memiliki mereka..Memahami bahwa seiring dengan berjalannya waktu, hidup dengan jalannya masing-masing, akan membuat kita terpisah dengan sahabat-sahabat kita..Ga ada yang abadi di dunia ini..suatu saat segalanya akan berakhir..yang tersisa adalah jejak dalam doa, semoga kita semua bertemu kembali di surga…amin…